Syarat Menjadi Justice Collaborator, Lengkap dengan Pengertian dan Penerapannya

Simak syarat agar seseorang dapat ditetapkan menjadi Justice Collaborator menurut hukum yang sah. Dikutip dari , Justice Collaborator adalah sebuah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum. Seorang Justice Collaborator ini akan mendapatkan sebuah penghargaan dan keuntungan karena dianggap dapat membantu penegak hukum untuk menentukan keputusan.

Namun untuk menjadi seorang Justice Collaborator (JC) ini terdapat beberapa syarat khusus. Mengutip dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi Justice Collaborator: A. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;

B. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikanaset aset/hasil suatu tindak pidana; Munculnya ketentuan hukum tentang Justice Collaborator ini didasari oleh beberapa ketentuan hukum berikut ini: Pasal 37 ayat (2)UNCAC 2003 yang berbunyi:

“…mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus kasus tertentu, mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…” Pasal 37 ayat (3)UNCAC 2003yang berbunyi: “… sesuai dengan prinsip prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan ‘kekebalan penuntutan’ bagi pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”

Pasal 10 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 1.) Saksi korban dan Pelapor tidak dapat dituntut atas laporan dan kesaksiannya 2.) Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.

Pasal 197 angka (1) huruf F KUHAP mengenai surat putusan pemidanaan yang salah satu bagiannya membahas tentang ‘keadaan memberatkan dan meringankan terdakwa’. Dalam hal ini, keadaan meringankan meliputi memberikan keterangan yang tidak berbelit belit, kooperatif, belum pernah dihukum sebelumnya, berusia muda, baik/sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan anggota keluarga. Munculnya ketentuan tentang Justice Collaborator ini berguna untuk membongkar kasus yang lebih besar. Dijelaskan bahwa terkadang para pelaku kejahatan ini sering membentuk kerja sama yang kolutif agar pelaku terlindungi dari ketentuan penegak hukum.

Justice Collaborator ini penerapannya hanya berlaku pada tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan manusia, hingga tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Dari ketentuan tersebut, para Justice Collaborator akan mendapatkan perlakuan hukum khusus, seperti mendapatkan keringanan pidana hingga bentuk perlindungan hukum lainnya.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *